Opini

Sejarah Pers di Indonesia

OPINI – Sejarah pers di Indonesia bermula pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1744, ketika surat kabar pertama yang bernama Bataviaasche Nouvelles diterbitkan di Batavia (Jakarta).

Pada masa ini, fungsi pers masih terbatas sebagai alat komunikasi dan informasi bagi kepentingan pemerintah kolonial Belanda serta masyarakat Eropa yang tinggal di Hindia Belanda. Isi pemberitaannya pun didominasi oleh kabar-kabar resmi pemerintah dan berita perdagangan, bukan untuk kepentingan masyarakat pribumi.

Memasuki akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, muncul kesadaran nasional di kalangan masyarakat pribumi. Pers kemudian berkembang menjadi alat perjuangan untuk menyuarakan kepentingan rakyat dan menentang penjajahan. Tonggak penting perkembangan pers nasional ditandai dengan terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada tahun 1907, yang dipelopori oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.

Surat kabar ini ditulis dalam bahasa Melayu agar dapat dibaca oleh masyarakat luas, serta mengangkat isu-isu sosial, politik, dan ketidakadilan kolonial. Karena peran dan keberaniannya, Tirto Adhi Soerjo kemudian dikenal sebagai Bapak Pers Nasional Indonesia.

Pada masa pergerakan nasional, banyak surat kabar lain bermunculan seperti Oetoesan Hindia, De Express, Soeara Oemoem, dan Pikiran Rakyat, yang menjadi wadah perjuangan organisasi pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Melalui pers, semangat nasionalisme dan kemerdekaan disebarluaskan ke seluruh penjuru Nusantara.

Setelah proklamasi kemerdekaan 1945, pers berperan penting dalam menyatukan semangat rakyat dan membangun identitas bangsa. Namun, pada masa Orde Lama (1945–1966), kebebasan pers mulai dibatasi. Pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap isi pemberitaan, dan banyak media yang dibredel karena dianggap mengancam stabilitas politik.

Pada masa Orde Baru (1966–1998), kontrol terhadap pers semakin ketat. Pemerintah menerapkan sistem Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang membuat banyak media takut untuk mengkritik kebijakan negara. Kritik terhadap pemerintah sering kali berujung pada pembredelan media dan penangkapan wartawan.

Memasuki era reformasi (setelah 1998), pers Indonesia mengalami perubahan besar. Kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberikan kebebasan bagi media untuk memberitakan tanpa tekanan politik atau sensor pemerintah. Munculnya berbagai media baru, baik cetak maupun digital, menandai lahirnya era pers yang lebih demokratis dan terbuka.

Hingga kini, pers Indonesia terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi informasi. Media digital dan media sosial menjadi sarana baru bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, namun juga menghadirkan tantangan baru seperti penyebaran hoaks dan disinformasi.

Meski demikian, pers tetap memegang peranan penting sebagai pilar keempat demokrasi yang berfungsi sebagai kontrol sosial dan penyampai kebenaran kepada publik. (*)

What's your reaction?

Related Posts