KABUPATEN GORONTALO – Sorotan publik terhadap kerusakan parah infrastruktur jalan di Desa Tamaila Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo, kian menguat setelah beredarnya sebuah video memperlihatkan perdebatan sengit antara General Manager PT PG Tolangohula dan sejumlah warga serta aparat desa setempat.
Dalam video berdurasi hampir empat menit tersebut, sang GM terlihat datang hanya untuk menuntut pembukaan blokade jalan oleh warga, tanpa terlebih dahulu mendengarkan keluhan masyarakat.
Tindakan tersebut menuai reaksi keras dari kalangan aktivis lingkungan. Salah satunya datang dari, Wahyudin S. Dai, Wakil Presiden BEM Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo. Ia menilai sikap GM PT PG Tolangohula mencerminkan arogansi korporasi yang abai terhadap dampak aktivitas perusahaannya terhadap masyarakat sekitar.
“Kami sangat menyesalkan sikap GM PT PG Tolangohula yang datang ke lokasi hanya untuk memaksa warga membuka jalan, tanpa ada niat untuk berdialog atau mendengar penderitaan mereka akibat rusaknya jalan yang menjadi akses utama desa,” tegas Wahyudin dalam pernyataannya, Selasa (15/7/2025).
Menurut Wahyudin, kerusakan jalan yang diduga disebabkan oleh aktivitas lalu lintas kendaraan berat milik perusahaan tersebut telah berlangsung cukup lama. Kondisi jalan berlubang, berlumpur saat hujan, dan berdebu saat kemarau, telah membahayakan keselamatan warga, terutama anak-anak sekolah dan pengendara roda dua.
“Ini bukan masalah sepele. Jalan itu urat nadi desa. Ketika rusak, dampaknya luas ekonomi warga terganggu, mobilitas terhambat, bahkan bisa menimbulkan kecelakaan. Lalu ketika warga melakukan aksi, malah diminta diam tanpa solusi,” sambungnya.
Wahyudin juga mendesak pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera turun tangan. Ia menilai sudah saatnya Pemkab Gorontalo bersikap tegas terhadap PT PG Tolangohula, baik dalam hal tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maupun aspek legalitas penggunaan lahan dan akses jalan yang selama ini digunakan perusahaan.
“Pemerintah jangan terus membiarkan. Harus ada audit terhadap dampak operasional PT PG Tolangohula. Bila perlu, evaluasi izinnya. Jangan sampai masyarakat terus jadi korban kesewenang-wenangan,” kata dia.
Keluhan mereka sudah berulang kali disampaikan kepada pihak perusahaan, baik secara langsung maupun melalui aparat desa, namun tidak pernah mendapat respon serius dari pihak perusahaan.
Kondisi itu membuat mereka merasa tidak didengar, hingga akhirnya memilih melakukan pemblokiran jalan sebagai bentuk protes.
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT PG Tolangohula terkait kejadian tersebut maupun tuntutan warga.
Sementara video yang viral di media sosial terus memicu perdebatan publik, banyak di antaranya menyayangkan sikap perwakilan perusahaan yang dinilai tidak mencerminkan semangat kemitraan dengan masyarakat lokal. (***)