KOTA GORONTALO – Perkara dugaan tindak pidana korupsi peningkatan pekerjaan jalan Samaun Pulubuhu-Bolihuangga Kabupaten Gorontalo telah memasuki penghujung sidang.
Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa SA dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100.000.000 subsidair 3 bulan penjara.
Tim Kuasa Hukum dari Lamanasa & Partners Adv. Jupri, SH.MH, Muh. Syarif Lamanasa, SH.MH., Gusrandi Ahmad, SH, dan Mohamad Fadli Hudjuli, SH mengirimkan rilis Pledoinya yang berjudul “TGR Lunas Kok Dipidana”.
Seiring berjalannya agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi, Ahli BPK, Ahli Konstruksi, dan mendengarkan keterangan para terdakwa.
Slaah satu tim pengacara, Jupri., SH.,MH, mengungkapkan, ada beberapa poin penting yang menjadi sorotan kuasa hukum khusus unsur “merugikan keuangan negara” sebagaimana dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal mana dalam perkara Nomor 6/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Gto ditemukan KEGANJILAN terdapat 3 Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan. Pertama, LHP BPK tertanggal 27 Mei 2024 yang menyatakan adanya kelebihan bayar sebesar Rp 573.174.261,65. Terkait temuan ini, ditindaklanjuti lewat sidang Majelis Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (MPTGR). Kemudian dilakukan proses pembayaran secara bertahap dan lunas pada 22 Oktober 2024.
Kedua, LHP Tim Independen Kejaksaan Negeri Gorontalo merilis temuan Rp. 980.347.012,81. Ketiga, LHP BPK RI tertanggal 31 Desember 2024 dengan temuan Rp. 1.181.483.912. Akhirnya terjadi penetapan tersangka tertanggal 7 Februari 2025.
Menurut jupri, bila dicermati hal di atas, maka terlihat ketidakpastian hukum bagi seorang yang ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi terdakwa saat ini. Hal ini juga bertentangan dengan hukum dan Peraturan perundang-undangan.
Pertama, berdasarkan putusan MK 25/PUU-XIV/2016 pengujian Pasal 2 dan 3 UU Tipikor bahwa penerapan unsur kerugian keuangan negara menggunakan konsepsi actual loss demi kepastian hukum yang adil.
Kedua, konsepsi kerugian keuangan negara yang actual loss mengubah korupsi menjadi delik materil. Artinya dikatakan korupsi apabila kerugian keuangan negara yang benar-benar secara nyata dan aktual. Sejalan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan definisi kerugian keuangan negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang YANG NYATA DAN PASTI JUMLAHNYA. Dengan dibayar lunasnya temuan BPK RI tertanggal 27 Mei 2024 sebagaimana hasil sidang MPTGR di bulan Oktober 2024.
“Maka berdasarkan Putusan MK dan UU Perbendaharaan Negara dugaan tindak pidana korupsi jalan Samaun Pulubuhu-Bolihuangga Kabupaten Gorontalo tidak lagi menjadi peristiwa pidana. Atau dengan kata lain, dengan dikembalikannya uang negara ke kondisi semua, maka unsur “merugikan keuangan negara” tidaklah terbukti,” kata Jupri.
“Sebab bila terdakwa dijatuhi pidana, maka tidak menutup kemungkinan semula proyek pengadaan barang dan jasa yang telah lunas membayar TGR atau sementara membayar akan ditetapkan sebagai tersangka oleh Aparat Penegak Hukum,” ujarnya.