Tak terasa Ramadhan telah berlalu lebih dari separuh, perlahan namun pasti ia mulai beranjak dan berlalu akan meninggalkan kita. Sementara kita masih terus menyia- nyiakannya.
Kini Ramadhan telah setengah jalan, tak ada waktu untuk kembali ketitik awal lagi 17 hari kemarin, akankah kita telah memaksimalkan hari-hari yang terlewat itu, ataukah hari-hari itu berlalu dengan kesia-siaan. Tidak malukah kita dengan mereka yang tetap maksimal mengisi Ramadhan meski dalam kekurangan, mereka tetap menikmati Ramadhan walaupun kondisinya sangat tidak memungkinkan.
Tidak cemburukah kita mereka yang tinggal dibumi para Nabi, dekat dengan Masjid yang diberkahi sekelilingnya, sementara kondisi mereka saat ini tengah dijajah, mereka telah berpuasa 2 bulan sebelum Ramadhan, sebab telah diblokade oleh Zionis Laknatullah ‘Alaih.
Jika kita disini memikirkan menu apa yang akan kita santap disaat sahur, mereka disana memikirkan hari ini akan dapat makan atau tidak, jika saat berbuka berbagai macam hidangan kue tersaji didepan kita, mereka disana tengah mengais gandum yang telah bercampur dengan pasir lalu mengayaknya agar terpisah dari pasir dan bisa dikonsumsi, jika kita disini mulai jauh dari masjid, mereka tengah melaksanakan sholat diatas reruntuhan masjid yang telah Rata dengan tanah, jika saat ini kita berpikir akan baju baru buat lebaran, mereka justru mengkafani anak-anaknya dengan sisa pakaian yang tersedia.
Lantas dengan begitu banyak kemudahan dan kenikmatan yang ada mengapa kita masih enggan memaksimalkan Ramadhan? Dan malah justru mulai jauh dari Masjid? Mulai melupakan Al Qur’an, mulai sibuk dengan persiapan lebaran hingga lupa diakhir Ramadhan ada Lailatul Qadri Khairum Min Alfisahin.
Sungguh miris nasib kita ini, seharusnya kita mulai menangisi diri kita yang sering terbius oleh fatamorgana, sehingga melupakan Anugrah besar yang Allah kasih, bulan dimana penghulunya Malaikat Jibril AS berharap menjadi Ummat Rasulullah SAW, bulan dimana setiap Tasbihnya Malaikat, setiap Dzikirnya Makhluq, Do’anya ikan dilautan, semut dalam liangnya, bahkan dedaunan, semuanya disedekahkan untuk kita yang tengah berpuasa Ramadhan.
Nah pantaskah kita mendapatkan ganjaran sebesar itu sementara kita terus menyia-nyiakan Ramadhan yang telah lebih separuh berlalu? Tidak ingatkah kita Bagaimana seorang Nabi Sulaiman yang Allah berikan kekuasaan, kekayaan, karunia. Bukan hanya menundukkan manusia dia sampai bisa menundukkan hewan, jin, bahkan angin itu berujar :
Iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur”. (An Naml 40)
Ataukah kita akan seperti Qorun yang justru berujar :
Qoru berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Al Qashash : 78).
Ramadhan ini karunia teramat besar yang Allah berikan kepada kita, lantas akankah ia berlalu dengan kesia-siaan kita? Lihatlah sikap Nabi Sulaiman ia mengatakan karunia pemberian Allah itu adalah sarana menguji kita, apakah kita bersyukur atau justru menjadi kufur. menyia-nyiakan Ramadhan adalah bentuk kekufuran akan karunia itu, bukankah Allah mengancam orang yang kufur dengan Azab yang pedih?
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim : 7)
Bukankah Ramadhan ini adalah bulan Pengampunan? Lantas sudahkah kita mohon ampunan Allah? Bukankah Ramadhan ini Bulannya Al Qur’an? Sudah berapa kali kita mengkhatamkannya hingga saat ini? Di Bulan dimana Al Qur’an diturunkan saja kita masih jauh dari Al Qur’an bagaimana bisa kita lebih dekat dengannya diluar Ramdhan? Berapa Kali kita ketinggalan atau bahkan tidak sholat tarawih? Sementara sholat satu ini tak ada di bulan lain? Sudah benarkah puasa yang kita lakukan? Atau hanya sekedar menahan lapar & haus saja? Jika kita bermimpi nantilah Ramadhan tahun depan lagi akan diperbaiki, pasti tahun depan adalagi kesempatannya.
Sungguh menyedihkan kita, Ramadhan pasti akan datang lagi tahun depan, namun akankah kita ada saat dia kembali hadir menyapa ? ataukah kita menjadi bagian dari orang-orang yang tengah terbaring didalam tanah dan berharap dikembalikan ke dunia ini walau hanya sesaat untuk mengisi Ramadhan?
Sungguh kita makhluk yang tak pandai bersyukur, kita sudah dikasih Ramadhan sebagai bulan penolong diantara 12 bulan dalam setahun, Ramadhan Allah hadirkan agar kita bisa menghapus dosa, Ramadhan sengaja Allah datangkan agar kita bisa mengumpulkan sebaik-baik bekal yang bernama taqwa, Ramadhan sengaja bertamu agar kita lebih sering mendirikan sholat, Ramadhan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan ini datang agar kita lebih dekat dengan Al qur’an, lebih peka dengan sesama, lebih bisa mengendalikan diri dan nafsu kita, namun semuanya kita sia-siakan.
Saudaraku beberapa tahun kemarin kita pernah merasakan Ramadhan yang hampa, masjid sepi karena adanya pembatasan, sholat taraweh kita hanya di rumah, tak ada terdengar orang tadarusan berjama’ah, tak ada kegiatan buka puasa bersama, bahkan saat idul fitri pun terasa hampa, akankah itu akan kembali datang sehingga kita tersadar bahwa Ramadhan ini sangat berarti? Akankah Allah harus kembali menurunkan Wabah agar kita bisa tahu bahwa kita sangat butuh dengan Ramadhan?
Saudaraku, lihatlah saudara kita yang ada dipalestina, mereka tetap melaksanakan amaliyah Ramadhan dalam kondisi sangat memprihatinkan. Saudaraku, tengoklah mereka yang ada di Gaza mereka tetap berpuasa meski tak pasti sahur dan bukanya pakai apa? Saudaraku pandanglah mereka yang saat ini ada diperbatasan rafah, mereka mengikatkan batu keperut mereka untuk mengantisipasi rasa lapar yang melanda. Lihat, lihat dan lihat wahai saudaraku, sholat menjadi tempat mereka mengadu, tilawah Qur’an menjadi sarana untuk mengalihkan rasa takut dan lapar, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai penghilang rasa sakitnya.
Bahkan salah seorang tua berusia diatas 80 tahun tak mau membatalkan puasanya walaupun dengan seteguk air saat diangkat dari bawah reruntuhan rumahnya karena belum waktunya berbuka? Mau tahu apa alasan mereka? Karena Ramadhan terlalu sempurna untuk dilewatkan, karena Ramadhan terlalu mulia untuk disia-siakan, karena Ramadhan adalah bulan perjuangan, dan tak pasti ada kesempatan untuk bertemu dengannya tahun depan, karena tak ada jaminan Ramadhan kali ini bisa kita selesaikan.
Jika mereka berupaya memaksimalkan Ramadhan lalu mengapa kita mebiarkannya berlalu tanpa kesan, jika mereka berupaya mengisi ramadhan ditengah keterbatasan, lantas kenapa kita yang begitu mudah dan damai. Tenang justru membiarkannya berlalu tanpa ada yang dapat dikenang?
Semoga Allah bantu mereka yang tengah berjuang disana, semoga Allah menangkan mereka yang istiqomah menjaga Al Aqsha kiblat pertama kita, dan semoga kita Allah beri hidayah untuk lebih menjadikan Ramadhan kali ini lebih berarti dalam ibadah, serta mengharapkan ampunanNYA. Aamiin
Penulis: Ustadz Adrian Pilomuli (Sekretaris Komisi Dakwah MUI Pohuwato)