PEMERHATI.ID, BUDAYA – Dalam wilayah Gorontalo, Indonesia, terdapat suatu tradisi yang kaya akan makna dan warisan budaya yang disebut “Dikili.” Dikili adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, atau yang dikenal sebagai Maulidan, yang dirayakan setiap bulan Rabiul Awal menurut perhitungan tahun Hijriah.
Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Gorontalo. Dikili bukan hanya sekadar perayaan agama, tetapi juga sebuah acara budaya yang menggabungkan puisi, cerita, dan kebersamaan dalam lantunan yang memukau.
Dikili adalah peninggalan berharga dari leluhur Gorontalo, yang tercatat dalam satu naskah berbentuk ungkapan dan kisah yang ditampilkan melalui lantunan. Naskah ini memiliki dua bentuk utama: puisi dan prosa (cerita). Melalui kedua bentuk ini, masyarakat Gorontalo mengungkapkan rasa cinta dan penghormatan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW.
Tradisi Dikili sudah ada sejak zaman dahulu kala dan masih berlanjut hingga hari ini. Dikili dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal sampai akhir bulan. Ini adalah perayaan yang berlangsung pada malam hari dan memakan waktu sekitar 16 hingga 17 jam, menciptakan momen yang sangat berkesan bagi semua yang hadir.
Pembaca Dikili berasal dari berbagai kalangan, baik laki-laki maupun perempuan, dengan jumlah yang tidak terbatas. Mereka menyanyikan Dikili dengan kurang lebih 318 kata-kata pujaan terhadap Nabi Muhammad SAW dalam 87 variasi lagu yang berbeda. Lantunan ini bukan hanya sekadar nyanyian, tetapi juga membawa makna yang dalam.
Isi dari lantunan Dikili mencakup 16 kisah tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW, serta nasihat-nasihat tentang keagamaan. Melalui cerita-cerita ini, masyarakat Gorontalo mengingat dan memahami ajaran-ajaran Nabi serta nilai-nilai keagamaan yang diwariskan kepada mereka.
Pelaksanaan Dikili dimulai sesudah sholat Isya, diawali dengan doa yang dipimpin oleh ahlul, yang merupakan pemimpin Dikili. Doa ini mengawali acara dengan nuansa spiritual yang mendalam. Setelah doa, variasi lagu pertama, yang dikenal sebagai “asala,” dilantunkan oleh ahlul dan diikuti oleh seluruh peserta. Ini adalah awal dari serangkaian lantunan yang mengisi malam hingga keesokan harinya.
Selama acara berlangsung, atmosfer penuh kekhusyukan dan kebersamaan terasa kuat. Peserta Dikili mengalami momen spiritual yang mendalam, sambil memperkuat ikatan sosial mereka. Menjelang berakhirnya Dikili, dilakukan doa bersama yang mengokohkan makna kesatuan dan kebersamaan dalam beragama.
Sebagai ungkapan terima kasih atas partisipasi mereka, uang atau sajian tradisional seperti “toyopo” dan “walima” dibagikan kepada para tukang Dikili. Fungsi sosial Dikili tercermin dalam partisipasi sukarela masyarakat yang memberikan sumbangan baik berupa uang maupun sajian. Ini adalah bukti nyata solidaritas dan persatuan dalam masyarakat Gorontalo.
Dikili bukan hanya sekadar perayaan agama, tetapi juga simbol kebanggaan dan identitas bagi masyarakat Gorontalo. Ini adalah warisan budaya yang hidup dan terus berkembang dari generasi ke generasi.
Dalam lantunan puisi dan kisah, masyarakat Gorontalo merayakan cinta dan penghormatan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW, sambil memperkuat ikatan sosial dan memelihara kearifan lokal mereka yang berharga. Dikili adalah salah satu dari banyak tradisi budaya yang menghias warna-warni kehidupan Indonesia yang kaya akan keragaman.
Selama acara berlangsung, atmosfer penuh kekhusyukan dan kebersamaan terasa kuat. Peserta Dikili mengalami momen spiritual yang mendalam, sambil memperkuat ikatan sosial mereka. Menjelang berakhirnya Dikili, dilakukan doa bersama yang mengokohkan makna kesatuan dan kebersamaan dalam beragama.
Sebagai ungkapan terima kasih atas partisipasi mereka, uang atau sajian tradisional seperti “toyopo” dan “walima” dibagikan kepada para tukang Dikili. Fungsi sosial Dikili tercermin dalam partisipasi sukarela masyarakat yang memberikan sumbangan baik berupa uang maupun sajian. Ini adalah bukti nyata solidaritas dan persatuan dalam masyarakat Gorontalo. (Redaksi)