Opini

Masa Kerja”EFEKTIF” Kepala Daerah Hanya 17 Bulan

Oleh : Dr. Funco Tanipu, M.A

Sejak dilantik, seorang Kepala Daerah hanya memiliki waktu efektif selama 17 (bulan) atau hanya kurang lebih 510 hari dalam menjalankan pemerintahanan hingga akhir masa jabatan. Bagaimana perhitungan waktu efektif 17 bulan? Nanti ada sesi tersendiri untuk menjawab perhitungan tersebut.

Pertanyaan yang paling penting diajukan adalah bagaimana memanfaatkan waktu yang hanya sekitar 17 bulan dengan efisiensi besar-besaran dan ketidakpercayaan publik yang juga demikian besar. Belum lagi ditambah dengan pelbagai manuver-manuver politik dan gangguan-gangguan yang dapat mereduksi kerja-kerja seorang kepala daerah.

Mengapa bisa disebut “ketidakpercayaan yang besar”, sebab rata-rata yang terpilih hanya dipilih oleh tidak lebih dari 50 % rakyat. Lalu apakah setelah dilantik, publik yang tidak memilih otomatis percaya dan mendukung? Belum tentu. Publik pasti akan melihat “apa yang telah dikerjakan” baik triwulan, semester dan tahun.

Pertanyaannya, apakah seorang Kepala Daerah dalam waktu 17 bulan tersebut bisa memenuhi ekspektasi publik? Kemungkinan besar akan sulit, dan andaikata bisa memenuhi, itupun tidak akan memuaskan publi secara penuh, bahkan target, capaian dan indikator keberhasilan juga kemungkinan akan meleset. Itupun jika tak mengalami gangguan yang berarti.

Bahkan seorang kepala daerah yang memiliki kehandalan manajerial yang bagus, kecerdasan yang luar biasa, imajinasi yang kuat sekalipun, kemungkinan besar tak bisa adaptif dengan waktu yang sempit dan situasi sosial-ekonomi (efisiensi) yang ketat.

Ditambah dengan perangkat organisasi perangkat pemerintah daerah yang sebagian besar cenderung pasif dan minimal inovasi dalam beradaptasi dengan perubahan kebijakan pusat.

Belum jika terjadi pica kongsi antara Kepala Daerah dan Wakil. Mungkinkah? Sangat dipastikan mungkin.

Mengapa? Karena porsi kekuasaan sudah sangat terbatas dengan regulasi yang semakin ketat, apalagi “resources” pun sangat terbatas, dan waktu yang sangat terbatas.

Pertanyaannya, apakah hasil Pilkada serentak hanya akan “begitu-begitu saja”? Bahwa demokrasi tidak inheren dengan kesejahteraan. Ataukah ada yang dapat menerobos batas-batas “keterbatasan” seperti yang dimaksud diatas? Kita tunggu dalam beberapa bulan kedepan.

Related Posts