Kriminal

Oknum Polisi Menghalangi Peliputan PERS, AJI: Kapolda Gorontalo Diminta Ambil Tindakan Tegas

PEMERHATI.ID, Gorontalo – Tindakan penghalangan yang dilakukan oknum polisi terhadap jurnalis yang meliput di SPKT Polda Gorontalo pada Selasa, 3 Oktober 2023, telah memicu reaksi keras dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo. Tindakan tersebut dianggap melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Tiga jurnalis dari media Tribun Gorontalo, Antara News Gorontalo, dan Dulohupa melakukan peliputan terkait kasus meninggalnya seorang mahasiswa baru IAIN Sultan Amai Gorontalo yang hendak dilaporkan oleh pihak keluarga bersama kuasa hukumnya ke Polda Gorontalo. Saat mereka sedang mengambil foto dan video di dalam kantor SPKT Polda Gorontalo, sejumlah oknum polisi tiba-tiba melarang mereka melakukan peliputan.

Para jurnalis tersebut kemudian memutuskan untuk tidak lagi merekam/mengambil gambar dan meninggalkan ruang SPKT, menunggu di luar gedung. Beberapa waktu kemudian, setelah sejumlah kuasa hukum keluar dari ruang SPKT, jurnalis kembali melakukan wawancara di depan gedung tersebut. Namun, oknum perwira polisi tersebut kembali melarang mereka merekam dan meminta rekaman tersebut dihapus dengan alasan bahwa itu mengambil gambar yang bertuliskan “SPKT.”

Oknum polisi tersebut bahkan menyatakan bahwa laporan dari warga yang sedang diliput jurnalis belum jelas, sehingga tidak bisa sembarangan dalam memberitakannya. Namun, AJI Gorontalo menegaskan bahwa kebebasan pers tidak dibatasi oleh kejelasan laporan. Jurnalis memiliki hak untuk meliput peristiwa, baik yang jelas maupun yang belum jelas.

Selain melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tindakan oknum polisi tersebut juga dianggap bersifat intimidatif. Mereka melarang jurnalis mengambil gambar atau merekam di area SPKT dengan nada yang arogan, yang dapat menimbulkan rasa takut dan khawatir bagi jurnalis dalam menjalankan tugas mereka.

Dalam menghadapi tindakan ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo segera merespons dan mengeluarkan pernyataan tegas. Mereka menyatakan bahwa tindakan penghalangan terhadap kerja jurnalis adalah tindakan yang keliru dan melanggar hak kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.

Menurut Pasal 28F ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kebebasan pers adalah hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Ini termasuk hak untuk mengambil gambar atau merekam aktivitas di tempat umum, termasuk di SPKT Polda Gorontalo.

AJI Gorontalo juga mengingatkan bahwa Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur bahwa menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik dapat dikenakan pidana hingga 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.

Dalam upaya menuntut keadilan dan menjaga integritas profesi jurnalis, AJI Gorontalo mendesak Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Angesta Romano Yoyol, untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum polisi yang terlibat dalam tindakan penghalangan ini. Desakan AJI Gorontalo kepada Kapolda Gorontalo mencakup beberapa poin penting:

  • Memeriksa oknum polisi tersebut untuk mengetahui motif dari tindakannya.
  • Memberikan sanksi kepada oknum polisi tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Melaksanakan sosialisasi tentang kebebasan pers kepada seluruh anggota Polri.

AJI Gorontalo berharap dapat menciptakan rasa percaya pers terhadap Polda Gorontalo, terutama dalam menjamin kerja-kerja jurnalistik yang merupakan pilar penting dalam menjaga demokrasi dan masyarakat yang berinformasi. AJI Gorontalo juga menekankan pentingnya menghormati dan melindungi kebebasan pers sebagai salah satu nilai dasar dalam masyarakat demokratis. (Redaksi)

Related Posts