Sejarah – Suku Gorontalo yang dalam bahasa lokal adalah Suku Hulontalo atau Tawu Hulontalo (bahasa Melayu: Gorontalo; Jawi: ڬورونتالو) adalah suku bangsa terbesar di wilayah Utara Pulau Sulawesi hingga ke Kawasan Teluk Tomini dan sekitarnya.
Orang Gorontalo sendiri menyebut diri mereka sebagai Hulontalo. Istilah Hulontalo ini terkenal di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara, yang biasanya digunakan untuk menyebut wilayah Gorontalo atau orang Gorontalo.
Orang Gorontalo juga memiliki suatu sistem ikatan keluarga bernama Pohala’a. Sistem ini merupakan warisan dari kerajaan-kerajaan yang sebelumnya pernah berdiri di Gorontalo. Terdapat lima Pohala’a di Gorontalo, yaitu Gorontalo, Limboto, Suwawa, Bualemo, dan Atinggola, di mana pohala’a Gorontalo merupakan pohala’a yang paling menonjol.
Asal usul suku Gorontalo, tidak diketahui secara pasti. Apabila dilihat dari struktur fisik orang Gorontalo, suku Gorontalo termasuk ke dalam ras mongoloid, hanya saja mungkin sejak beberapa abad yang lalu telah terjadi percampuran ras dengan bangsa-bangsa lain. Sehingga suku Gorontalo saat ini memiliki postur fisik yang beragam. Warna kulit mulai dari kuning hingga ke coklat gelap.
Rambut juga bervariasi, dari rambut lurus, ikal dan keriting. Terdapat dua teori mengenai migrasi penduduk di Asia Tenggara, teori pertama menyebutkan bahwa penduduk Asia Tenggara awalnya berasal dari timur, lalu mendiami Sulawesi. Sementara teori kedua menjelaskan migrasi manusia yang berasal dari Taiwan, menuju Filipina, dan sampai di Sulawesi.
Suku Gorontalo memiliki legenda yang menceritakan bahwa leluhur mereka adalah keturunan dari Hulontalangi, atau orang yang turun dari langit dan awalnya berdiam di Gunung Tilongkabila, Kab. Bone Bolango. Nama Hulontalangi lalu berubah menjadi Hulontalo dan Gorontalo.
Wilayah Gorontalo diyakini sudah dihuni manusia di masa prasejarah. Situs Oluhuta yang berada di Kab. Bone Bolango merupakan situs arkeologi yang memberikan informasi mengenai makam-makam masyarakat terdahulu yang diperkirakan hidup sekitar 2000-4000 tahun yang lalu.
Wilayah Gorontalo diperkirakan terbentuk 400 tahun yang lalu. Gorontalo merupakan salah-satu tempat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur selain Ternate dan Bone. Islam diperkirakan masuk ke Gorontalo pada tahun 1525, di masa pemerintahan Raja Amai. Seiring dengan masuknya Islam, Gorontalo berkembang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan di utara Sulawesi.
Kota Kerajaan Gorontalo awalnya bermula di Desa Hulawa di tepi Sungai Bolango. Sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan-kerajaan di Gorontalo sudah menganut sistem ikatan keluarga yaitu pohala’a yang masih ditemukan saat ini.
Sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan-kerajaan Gorontalo berada dibawah pengaruh Kesultanan Ternate. Sejak tahun 1673, Gorontalo masuk dalam wilayah administrasi VOC, ditandai dengan pembentukan Kab. Gorontalo sebagai hasil dari perjanjian Gubernur Ternate Robertus Patbrugge dan Raja Gorontalo.
Di masa Hindia Belanda, orang-orang Gorontalo mulai melakukan emigrasi keluar wilayah Gorontalo tepatnya sejak abad ke-18 M, di mana orang-orang Gorontalo berpindah ke wilayah seperti Ternate, Ambon, Buol, Banggai, dan Minahasa dikarenakan orang-orang ini ingin menghindari sistem kerja paksa yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda di Gorontalo saat itu.
Suku Gorontalo berbicara dalam Bahasa Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo, terdapat juga beberapa bahasa lain yang mirip, yang dianggap oleh para ahli bahasa sebagai dialek bahasa Gorontalo yaitu bahasa Suwawa, Atinggola, Limboto, Kwandang, Tilamuta, dan Sumalata. Bahasa Gorontalo menjadi bahasa yang paling digunakan dikarenakan pengaruh dari Kerajaan Gorontalo yang pernah berdiri di wilayah tersebut. Dialek Atinggola digunakan oleh masyarakat Atinggola yang berada di pesisir utara Gorontalo.
Bahasa Gorontalo sendiri sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa Manado (Melayu Manado) yang juga banyak diucapkan oleh masyarakat Gorontalo. Dilihat dari sisi linguistik, bahasa Gorontalo memiliki keterkaitan bahasa dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Utara dan Filipina.
Bahasa Gorontalo bersama dengan Bahasa Mongondow masuk dalam Rumpun bahasa Gorontalo-Mongondow, yang merupakan bagian dari Rumpun bahasa Filipina. Bahasa Gorontalo memiliki kedekatan linguistik dengan bahasa-bahasa Filipina khususnya Bahasa Tagalog, Cebú, Hiligaynon, Bikol, dan Waray-waray.
Masyarakat suku Gorontalo mayoritas adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat suku Gorontalo ini. Beberapa tradisi adat suku Gorontalo terlihat banyak mengandung unsur Islami. Hanya sebagian kecil saja dari suku Gorontalo yang memeluk agama lain di luar agama Islam, seperti Kristen Protestan.
Pada masyarakat suku Gorontalo, adat dipandang sebagai suatu kehormatan (adab), norma, bahkan pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan. Hal ini dinisbatkan dalam suatu ungkapan “Adat Bersendi Sara” dan “Sara Bersendi Kitabullah”. Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan sara (aturan), sedangkan aturan ini harus berdasarkan Kitab Suci Al-Qur’an. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sendi-sendi kehidupan masyarakat Gorontalo adalah penuh dengan nilai-nilai agamais dan tatanan nilai-nilai yang luhur.
Sumber: Akun FB Kisah Ulama dan Sejarah Nusantara