GORONTALO – Pemeriksaan sidang Praperadilan kasus pembangunan objek wisata Benteng Otanaha Kota Gorontalo tinggal menunggu pembacaan putusan persidangan guna menguji sah tidaknya penetapan tersangka MML yang telah bergulir selama seminggu.
Para pihak baik Pemohon maupun Termohon telah sama-sama di dengarkan di muka sidang pengadilan dengan Hakim tunggal.
Kuasa hukum Pemohon, Saat diwawancarai oleh pemerhati.id usai sidang di Penegadilan Negeri (PN) Gorontalo para hari rabu (2/09/2024), salah satu tim hukum pemohon, Rahmat Z Lukum,S.H.,MH mengatakan, pada prinsipnya sebagai pihak Pemohon tentu mengharapkan Hakim membatalkan penetapan tersangka kliennya.
Lebih lanjut ia mengatakan hal tersebut sebagaimana dalam surat permohonan kami disandarkan pada alasan-alasan pengajuan Praperadilan.
“Tanpa mendahului putusan pengadilan, bila kita mengikuti jalannya persidangan Praperadilan kasus Benteng Otanaha sangat jelas dalam fakta-fakta persidangan ada prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dilakukan oleh pihak Termohon dalam hal ini penyidik Polda Gorontalo,” kata Rahmat.
Menurutnya, terkait kewajiban penyidik, penyidik seharusnya memberikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dari semua bukti surat yang diperlihatkan dimuka sidang. Tidak ada bukti SPDP telah diberikan kepada Terlapor.
“Ada pun SPDP yang dijadikan bukti oleh Termohon hanyalah bukti SPDP telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Gorontalo (Penuntut Umum). Padahal sudah jelas pasca putusan Mahkamah Konstitusi, Penyidik wajib memberikan SPDP kepada penuntut umum, Terlapor, dan Korban/ Pelapor, jelas Rahmat.
“Hal ini juga sudah diterangkan oleh Ahli Pidana baik Pemohon maupun Termohon. Bahwasanya bukan hanya putusan MK yang mewajibkan SPDP diserahkan kepada Terlapor. Dalam Peraturan Kapolri (Perkap) pun, sudah mengatur terkait hal tersebut,” ungkap Rahmat Z Lukum, SH.M.
Pada saat yang sama, Jupri, SH.MH selaku kuasa hukum juga menambahkan perihal harapan akan putusan pengadilan berpihak kepada Pemohon.
“Kami yakin dan percaya akan memutus berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Apalagi sudah terang benderang, baik bukti surat maupun pemeriksaan Ahli Pidana. Semuanya berkesimpulan bahwa SPDP hak terlapor dan kewajiban penyidik untuk menyerahkan. Sehingga dengan tidak diserahkannya SPDP tersebut, ada prosedur yang melanggar norma hukum. Sehingganya hak-hak Pemohon tidak bisa ditegakkan,” tegas Jupri.
“Mengenai SPDP yang tidak diberikan kepada Terlapor oleh Penyidik. Berujung pada pembatalan penetapan tersangka sudah ada beberapa putusan pengadilan. Selain putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri Medan. Di Pengadilan Negeri Gorontalo juga pernah ada. Olehnya, kami ingin menyakinkan Hakim Yang Mulia bahwa sudah ada putusan praperadilan yang kasusnya sama telah diputus batal penetapan tersangkanya di Pengadilan Negeri Gorontalo pada tahun 2022. Mengenai 2 Putusan tadi sudah kami masukkan sebagai bukti surat,” tambah Jupri, SH.MH. **