OPINI – Perekonomian suatu negara seharusnya menjadi instrumen utama dalam menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi sering kali hanya menguntungkan segelintir elite, sementara rakyat kecil harus menanggung beban pajak yang berat dan kehilangan hak atas sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik bersama. Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan di banyak negara masih berpihak pada kepentingan oligarki, bukan pada kesejahteraan masyarakat luas.
Pemerintah sering kali menggunakan retorika pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sebagai alasan untuk kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Mereka menjanjikan kesejahteraan, tetapi kenyataannya rakyat tetap terjebak dalam kemiskinan sistemik. Program bantuan sosial yang diberikan sering kali hanya bersifat sementara dan lebih digunakan sebagai alat politik dibandingkan sebagai solusi nyata untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat. Situasi ini menandakan adanya krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang semakin meluas akibat kebijakan ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Pajak: Antara Kewajiban dan Pemerasan
Pajak seharusnya menjadi instrumen utama dalam membangun negara, bukan alat untuk menindas rakyat. Dalam teori ekonomi, pajak dikumpulkan untuk membiayai layanan publik, infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam praktiknya, banyak pemerintah justru menggunakan pajak sebagai alat pemerasan, di mana beban fiskal lebih banyak ditanggung oleh masyarakat kecil dibandingkan oleh korporasi besar atau elit penguasa.
Ketimpangan dalam sistem perpajakan menjadi bukti nyata ketidakadilan ekonomi. Masyarakat kecil, terutama kelas pekerja dan pelaku usaha mikro, seringkali dipaksa membayar pajak yang tinggi dengan pengawasan ketat. Sementara itu, perusahaan multinasional dan konglomerat justru memperoleh berbagai insentif pajak dan celah hukum untuk menghindari kewajiban mereka. Akibatnya, redistribusi kekayaan yang seharusnya terjadi justru berbalik arah, memperkaya yang sudah kaya dan semakin memiskinkan yang miskin.
Selain itu, kebijakan pajak yang tidak transparan dan tidak akuntabel memperparah ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketika masyarakat melihat pajak mereka tidak kembali dalam bentuk layanan publik yang memadai, mereka merasa diperlakukan sebagai sapi perah oleh negara. Korupsi dalam pengelolaan pajak semakin memperburuk keadaan, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru mengalir ke kantong segelintir elite politik.
Perampokan Sumber Daya Alam: Kekayaan yang Tidak Dinikmati Rakyat
Sumber daya alam adalah anugerah yang seharusnya menjadi berkah bagi rakyat, bukan sekadar komoditas untuk diperdagangkan oleh segelintir pihak. Banyak negara kaya akan sumber daya alam, tetapi justru rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Hal ini terjadi karena sistem ekonomi yang memungkinkan eksploitasi besar-besaran oleh korporasi asing maupun pengusaha lokal yang bersekongkol dengan pemerintah.
Eksploitasi sumber daya alam seringkali dilakukan tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Tambang emas, batu bara, minyak, dan hasil bumi lainnya diambil secara besar-besaran, tetapi hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang. Rakyat yang tinggal di sekitar wilayah eksploitasi justru merasakan dampak negatifnya: lingkungan rusak, tanah kehilangan kesuburannya, air tercemar, dan mereka tetap hidup dalam keterbelakangan ekonomi.
Lebih parah lagi, kebijakan ekonomi yang berpihak pada pemodal sering mengorbankan kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat. Perampasan tanah demi kepentingan investasi asing menjadi fenomena umum, di mana masyarakat kecil dipaksa keluar dari tanah leluhur mereka tanpa kompensasi yang layak. Ini menunjukkan bahwa negara lebih berpihak pada kapitalisme predator dibandingkan pada kesejahteraan rakyatnya sendiri.
Kemiskinan Sistemik dan Janji Kosong Pemerintah
Ketika rakyat terus dimiskinkan akibat pajak yang mencekik dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak adil, pemerintah justru sering kali menampilkan citra seolah-olah mereka peduli. Mereka berbicara tentang pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya: jurang ketimpangan semakin lebar, dan kemiskinan tetap menjadi momok bagi sebagian besar masyarakat.
Program bantuan sosial yang digembor-gemborkan pemerintah seringkali tidak lebih dari alat politik untuk mempertahankan kekuasaan. Bantuan diberikan dengan syarat-syarat tertentu yang menguntungkan pihak berkuasa, bukan murni untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan, tidak jarang bantuan tersebut dimanfaatkan untuk membangun citra positif pemimpin menjelang pemilu, tanpa ada solusi jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan.
Selain itu, ketergantungan pada utang luar negeri semakin membebani ekonomi negara. Alih-alih menggunakan utang untuk investasi produktif yang bisa menghasilkan manfaat bagi rakyat, pemerintah justru menggunakannya untuk proyek-proyek mercusuar yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, beban utang semakin meningkat, dan rakyat kembali menjadi pihak yang harus menanggungnya melalui pajak yang semakin tinggi.
Kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat ini menimbulkan siklus kemiskinan yang sulit diputus. Ketika sumber daya alam terus dikeruk tanpa manfaat bagi rakyat, pajak terus meningkat tanpa peningkatan layanan publik, dan pemerintah terus menebar janji kosong, maka ekonomi negara hanya akan menjadi alat eksploitasi bagi segelintir elit. Jika hal ini terus berlanjut, rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap negara, dan ketimpangan ekonomi akan semakin memperparah krisis sosial.
Kesimpulan
Ekonomi suatu negara seharusnya dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elite politik dan pengusaha besar. Pajak harus digunakan dengan transparan dan adil, sumber daya alam harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama, dan kebijakan ekonomi harus berpihak pada rakyat kecil.
Namun, ketika negara justru menjadi alat pemerasan terhadap rakyatnya sendiri, ekonomi tidak lagi berjalan sesuai prinsip keadilan. Masyarakat hanya dijadikan objek eksploitasi tanpa diberi kesempatan untuk berkembang. Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, maka dampaknya tidak hanya ekonomi yang stagnan, tetapi juga gejolak sosial yang semakin besar.
Oleh karena itu, penting bagi rakyat untuk terus mengawal kebijakan ekonomi negara. Transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengelolaan ekonomi harus menjadi tuntutan utama. Negara yang benar-benar berpihak pada rakyat adalah negara yang memastikan bahwa setiap kebijakan ekonomi membawa manfaat bagi seluruh warganya, bukan hanya bagi segelintir orang yang berkuasa.