Politik

Catatan tentang Gerak Politik Rachmat Gobel

Oleh: Nasihin Masha (Wartawan Senior)

Pilkada 2024 telah selesai dan sudah diketahui hasilnya. Hal ini sekaligus mengakhiri tahun 2024 sebagai tahun politik, karena pada Februari 2024 telah dilakukan pemilu legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, dan DPD RI) dan pemilihan presiden. Bagi partai politik, juga bagi politisi yang ikut dalam pemilu legislatif maupun pilpres serta yang mendapat tugas sebagai ketua partai maupun penanggung jawab pemenangan (DPC/DPD/DPW/DPP maupun korwil dan tim pemenangan) berakhirnya semua proses politik tersebut merupakan ajang evaluasi tersendiri.

Kiprah seorang Rachmat Gobel. Dia adalah anggota DPR RI dari Partai Nasdem yang juga bertanggung jawab terhadap pemenangan di Provinsi Gorontalo, yang kemudian di saat terakhir ditunjuk menjadi ketua DPW Partai Nasdem Gorontalo.

Berpolitik dengan Hati

Sudah ada beberapa partai yang ingin menarik Rachmat Gobel untuk menjadi anggota partai. Namun ia belum tertarik. Padahal ayahnya, Thayeb M Gobel, selain pengusaha juga seorang politisi. Ia aktif di Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) sebagai ketua umum, dan kemudian karena ada keharusan fusi oleh Orde Baru, mewakili PSII Thayeb menjadi salah satu pendiri PPP.

Dirinya menjadi wakil ketua umum, mendampingi KH Idham Chalid dari NU sebagai ketua umum PPP. Karena itu, bagi Rachmat Gobel sejak kecil sudah terbiasa dengan suasana politik. Ayahnya sering mengajaknya ke kantor, yang sering dipakai untuk rapat-rapat partai. Rachmat ikut mendengarkan rapat-rapat tersebut. Di lemari ayahnya di kantor, ia juga melihat ada jaket partai. Jadi, Rachmat bukan orang asing dalam dunia politik. Salah satu yang ia kenang adalah, sebagai tokoh partai ‘oposisi’, ayahnya juga bisa berhubungan baik dengan pemerintah.

Pada kabinet Jokowi yang pertama, usai pemilu 2014, atas rekomendasi Surya Paloh, Rachmat Gobel didapuk menjadi menteri perdagangan. Walau Surya Paloh adalah ketua umum Partai Nasdem, namun Rachmat duduk mewakili profesional yang direkomendasi partai. Sebagai menteri perdagangan, ia membenahi ekspor-impor, ketersediaan barang, keterjangkauan harga, dan penataan perdagangan. Salah satu prestasi terbesarnya adalah, tidak ada kenaikan harga yang berarti selama Ramdhan dan Lebaran serta selama Natal dan Tahun Baru.

Resepnya sederhana, ia rajin ke Pasar Induk Kramat Jati dan memenangkan hati pedagang. Ia juga melarang impor kain tekstil maupun garmen bermotif kain tradisional Indonesia. Ini semata-mata untuk melindungi pengrajin dan industri tekstil batik, tenun, maupun sulam. Ia juga melarang impor baju bekas karena merusak industri garmen rumahan.

Selain itu, baju bekas berpotensi membawa penyakit karena menyimpan jamur, bakteri, dan jasad renik lainnya. Impor produk-produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri juga ditata serta dikendalikan agar industri dalam negeri terjaga. Sebagian produk elektronika di pasar resmi di Indonesia adalah hasil impor illegal alias penyelundupan. Rachmat berjuang demi industrialisasi, ketersediaan lapangan kerja, dan perlindungan usaha kecil dan menengah. Ujungnya adalah soal pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran sebanyak-banyaknya rakyat. Inilah yang membuat neraca perdagangan Indonesia surplus dan defisit perdagangan Indonesia-China menyusut.

Rachmat Gobel sangat meyakini bahwa salah satu syarat kemajuan sebuah bangsa dan negara adalah jika bangsa dan negara tersebut bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Uni Soviet runtuh, salah satunya, karena pangannya tergantung impor. Saddam Husein jatuh karena tak bisa memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Sejarah sengketa Sungai Nil adalah karena perebutan air untuk pertanian. Dan, peradaban manusia lahir dan berkembang karena kemampuan memproduksi pangan dan mengelola surplus produknya. Karena itu, sebagai menteri perdagangan, Rachmat Gobel berkoordinasi dengan menteri pertanian agar Indonesia bisa berswasembada beras. Bisnis impor beras untuk 270 juta penduduk tentu sangat menggiurkan. Hanya dengan selembar kertas, seorang mafia beras bisa menggaruk triliunan rupiah. Dan pada saat yang sama membuat jutaan petani langsung menjadi warga miskin karena saat panen harga gabah terjun bebas.

Sekitar 60 persen penduduk miskin adalah petani dan nelayan. Setelah berkoordinasi dengan menteri pertanian, Rachmat mengetatkan impor beras, bahkan melarang impor. Ternyata semua baik-baik saja. Pasokan cukup. Namun ia langsung dihantam isu beras plastik. Publik heboh. Akhirnya ia mengecek ke lapangan, ternyata semua itu permainan mafia beras menebar hoax.

Pukulan paling keras adalah ketika ia menata perdagangan miras. Saat itu miras sudah dijual terbuka di minimart-minimart. Sejumlah minimart jika malam hari jadi tempat nongkrong ABG. Mereka minum dengan plastik dan sedotan, sebagai kamuflase. Padahal minimart sudah berada di permukiman, di dekat sekolah, dan di dekat rumah ibadah.

Sebagai menteri perdagangan ia banyak mendapat pengaduan dari warga. Ada dua hal yang menjadi kepeduliannya. Pertama, jika masyarakat marah dan melakukan pengrusakan terhadap 1-2 minimart maka hal itu bisa memicu kerusuhan di banyak minimart. Padahal minimart sudah menjadi jalur logistik utama dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Jika hal itu terjadi maka Indonesia bisa lumpuh. Kedua, konsumennya adalah ABG yang masih di bawah umur, yang mestinya dilarang undang-undang.

Namun itulah Indonesia, pedagangnya tak ditangkap dan konsumennya dibiarkan. Ini tentu ancaman buat generasi muda dan juga buat bangsa itu sendiri. “Negara ini akan lemah jika generasi mudanya sudah dilemahkan karena kecanduan miras. Apalagi penduduk Indonesia masih banyak yang miskin. Ini berbahaya,” katanya, maka Rachmat Gobel menata perdagangan miras melalui minimart. Mafia miras tak tinggal diam.

Mereka mengadu ke presiden bahwa menteri perdagangan menciptakan pengangguran dengan belasan ribu orang akan kehilangan pekerjaan akibat soal miras ini. “Rupanya mereka menghitung seluruh pegawai minimart. Padahal proporsi miras di minimart itu sangat kecil sekali. Jadi penataan perdagangan miras tak akan membuat pegawai minimart dipecat,” katanya.

Terakhir, soal kereta cepat Jakarta-Bandung. Sebagai ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang dan juga ketua Persatuan Alumni dari Jepang, Rachmat Gobel memiliki tanggung jawab untuk menjaga hubungan Indonesia-Jepang. Saat itu Jepang dan China sedang bersaing memperebutkan proyek kereta cepat tersebut. Jepang sudah lebih dari 10 tahun menginisiasi program ini dan melakukan penelitian kelayakannya. Dan, kereta cepat adalah produk spiritual Jepang dan Jepang adalah inisiator kereta cepat di dunia dengan tingkat kecelakaan nol persen.

Namun tiba-tiba pemerintah akan memberikan kereta cepat tersebut ke China dengan janji: Pertama China lebih murah dari Jepang. Kedua, tidak melibatkan dana APBN. Ketiga, akan ada transfer teknologi. Rachmat berpendapat bahwa kereta cepat China pasti lebih mahal, tidak mungkin tanpa melibatkan APBN, dan tak ada transfer teknologi.

Pemerintah China marah dan menyampaikan bahwa Rachmat Gobel mengganggu hubungan Indonesia-China. Namun ternyata tiga hal yang dijanjikan China tersebut cuma isapan jempol belaka: harga jauh lebih mahal, sangat membebani APBN, dan tak ada transfer teknologi – bahkan operator utama kereta tersebut masih orang-orang China.

Idealisme Rachmat Gobel membentur tembok. “Saya tak menyangka banyak orang yang terganggu kepentingannya. Untuk memperbaiki bangsa dan negara ini tak cukup dengan niat baik saja,” kata Chris Kanter, staf khusus Rachmat Gobel sebagai menteri perdagangan.

Menjelang peringatan 17 Agustus 2015, Rachmat Gobel dicopot dari jabatan menteri perdagangan. Thomas Trikasih Lembong naik menggantikan Rachmat Gobel. Hanya sekitar 10 bulan ia menjadi menteri. Ia tak sempat memasang bendera merah putihnya di mobil dinasnya untuk mengikuti peringatan kemerdekaan. Ia juga tak sempat duduk di tribun Istana Merdeka untuk menghadiri peringatan 17 Agustus. Itulah harga sebuah idealisme.

Related Posts