ParlemenPeristiwa

Polemik PETI Marisa, DPRD Serahkan ke Aparat Penegak Hukum

KABUPATEN POHUWATO – Polemik aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, terus menjadi sorotan publik. Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato yang juga anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Limonu Hippy, menegaskan DPRD tidak berada pada posisi untuk menolak atau menerima keberadaan aktivitas pertambangan tersebut. Menurutnya, hal itu sepenuhnya menjadi ranah aparat penegak hukum (APH).

“Kalau menolak, itu bukan ranah kami, karena di situ juga ada masyarakat. Artinya, ada dampak positif dan negatif yang timbul,” ujar Limonu kepada wartawan, Rabu (16/07/2025).

Ia menjelaskan secara regulasi, aktivitas pertambangan di wilayah Kecamatan Marisa tidak dapat dibenarkan, karena lokasi tersebut tidak termasuk dalam Wilayah Pertambangan (WP), apalagi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“Jangankan masuk WPR, masuk WP saja tidak. Artinya, kalau tidak termasuk dalam wilayah pertambangan, maka itu sepenuhnya wewenang APH, bukan DPRD,” jelasnya

Sebagai Ketua APRI, Limonu mengaku memahami aspirasi dan kepentingan para penambang rakyat. Namun ia menegaskan, jika aktivitas tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum, maka penindakan menjadi tugas aparat hukum.

“Jadi sebenarnya yang perlu didesak itu APH. Karena lokasi itu benar-benar tidak masuk WP, maka bukan ranah kami untuk bilang menolak atau menerima,” tambahnya.

Limonu menekankan bahwa larangan maupun penindakan terhadap PETI sepenuhnya berada di tangan aparat. Ia pun menolak jika harus mengambil langkah di luar kewenangannya.

“Kalau saya bilang tidak boleh, tapi APH tidak melarang, maka tidak ada artinya. Masa saya harus menghukum masyarakat saya sendiri,” ucapnya.

Terkait keresahan warga atas dampak lingkungan, Limonu mengakui bahwa persoalan sedimentasi akibat aktivitas tambang menjadi masalah serius. Bahkan, upaya pengerukan sedimentasi justru menimbulkan masalah baru.

“Yang jadi masalah sekarang, pengerukan sedimentasi justru dibuang ke lahan warga. Ini yang memicu kemarahan masyarakat,” pungkasnya. (***)

Related Posts